Headlines News :

Latest Post

Tampilkan postingan dengan label babad pati. Tampilkan semua postingan
Tampilkan postingan dengan label babad pati. Tampilkan semua postingan

Sejarah Lahirnya Pencak Silat di Tanah Jawa

Pencak silat merupakan warisan asli budaya bangsa Indonesia, yang terdiri dari berbagai perguruan/aliran pencak silat. Sejarah lahirnya pencak silat tidak diketahui secara pasti, namun beladiri pencak silat dimungkinkan sudah ada di tanah air sejak peradaban manusia di Indonesia. Berikut adalah penjelasannya,
Menurut Notosoejitno (1999: 4-6) perkembangan sejarah pencak silat dapat di bagi menjadi dua jaman, yang terdiri dari:

1. Jaman Pra Sejarah
2. Jaman Sejarah, di bagi menjadi lima yaitu:

  • Jaman Kerajaan-Kerajaan, 
  • Jaman Kerajaan Islam,  
  • Jaman Penjajahan Belanda,  
  • Jaman Penjajahan Jepang, dan  
  • Jaman Kemerdekaan
Pada jaman pra sejarah belum ada istilah pencak silat, namun pada jaman ini manusia purba sudah mengenal pembelaan diri dalam arti untuk mempertahankan hidup. Hal ini sangat dibutuhkan mereka karena pada jaman itu manusia dapat bertahan hidup bila mereka dapat mengatasi rintangan-rintangan alam yang ganas, hidup di hutan belantara dan selalu berhadapan dengan berbagai binatang besar yang buas. Tantangan yang paling berbahaya tersebut adalah serangan dari binatang buas yang hidup di hutan-hutan.

Ganasnya alam yang menatang pada saat itu, memaksa mereka harus membela diri dengan tangan kosong dan perlengkapan yang sederhana. Perjuangan hidup tersebut membuat mereka dapat bertahan untuk hidup. Lahirnya beladiri pada saat itu belum ada nama, namun itu merupakan naluri mereka untuk bertahan hidup.

JAMAN KERAJAAN-KERAJAAN

Perkembangan jaman terus berputar, maka muncullah ilmu beladiri yang bertujuan untuk mempertahankan kekuasaan maupun daerah pada saat jaman kerajaan-kerajaan baik di Jawa, Sumatera, Kalimantan, Sulawesi, sampai dengan daerah Semenanjung Melayu. Mereka menciptakan bela diri (jurus-jurus) dengan meniru gerakan binatang yang berada di lingkungan alam sekitarnya.

Gerakan-gerakan yang diciptakan juga disesuaikan dengan alam sekitarnya yang berbukit-bukit, dan berbatuan. Misalnya jurus yang diciptakan meniru gerakan harimau, kera, ular, dan burung. Oleh karena kondisi lingkungan yang berbukit dan berbatuan, maka gerakannya banyak lompatan/ loncatan. Orang-orang yang hidup di pegunungan biasa berdiri, bergerak, berjalan dengan langkah kedudukan kaki yang kuat untuk menjaga agar tidak mudah jatuh selama bergerak di tanah yang tidak rata. Biasanya menciptakan beladiri yang mempunyai ciri khas kuda-kuda yang kokoh tidak banyak bergerak. Sedangkan gerakan tangan lebih lincah, banyak ragamnya dan ampuh daya gunanya.

Penduduk yang hidup di daerah berawa, tanah datar, padang rumput biasa berjalan bergegas, lari, sehingga gerakan kakinya menjadi lincah. Mereka menciptakan beladiri yang lebih banyak memanfaatkan kaki sebagai alat beladiri. Akhirnya setiap daerah mempunyai beladiri yang khas dan berbeda dengan daerah lainnya, sehingga timbullah aliran beladiri beraneka ragam.

Pada jaman kerajaan beladiri sudah di kenal untuk keamanan serta untuk memperluas wilayah kerajaan dalam melawan kerajaan yang lainnya. Pada jaman ini kerajaan yang mempunyai prajurit kuat dan tangguh, maka mereka mempunyai wilayah jajahan yang luas. Prajurit yang mempunyai ilmu beladiri tinggi maka ia akan mendapat jabatan yang tinggi pula ( patih ).

Kerajaan-kerajaan pada waktu itu seperti: Kerajaan Kutai, Tarumanegara, Mataram, Kediri, Singasari, Sriwijaya, dan Majapahit mempunyai prajurit yang dibekali ilmu beladiri untuk mempertahankan wilayahnya.

Bahkan dua Kerajaan Sriwijaya dan Kerajaan Majapahit keduanya mempunyai pasukan kuat beserta armada lautnya sehingga terkenal sampai keluar wilayah nusantara. Tahun 671 Kerajaan Sriwijaya mengembangkan wilayahnya sampai ke Melayu, tetapi setelah menurunnya kekuasaan kerajaan Sriwijaya pada abad 7-12, maka mulai abad 13 muncullah kerajaan islam Samudra Pasai (Notosoejitno, 1999: 15). Abad 16 Samudra Pasai mencapai puncaknya sampai ke Malaka, namun demikian istilah beladiri pencak silat belum ada.

Baru tahun 1019-1041 pada jaman kerajaan Kahuripan yang dipimpin oleh Prabu Erlangga dari Sidoarjo, sudah mengenal ilmu beladiri pencak dengan nama “Eh Hok Hik”, yang artinya “Maju Selangkah Memukul” (Notosoejitno, 1999: 15). Prabu Erlangga ini merupakan pendekar ulung yang mempunyai ilmu beladiri yang tinggi, oleh karenanya raja, bangsawan, kesatria, prajurit pada waktu itu wajib belajar beladiri. Pada saat itu prajurit yang memiiliki ilmu beladiri tinggi, maka semakin tinggi pula kedudukannya.

JAMAN KERAJAAN ISLAM


Pada jaman kerajaan Islam perdagangan dan pelayaran internasional sudah berlangsung sehingga para pedagang dan saudagar dari negara-negara Arab, Cina, serta Asia Timur banyak berdatangan di Indonesia. Mereka selain berdagang juga pertukaran kebudayaan sehingga memungkinkan pencak silat sebagai budaya bangsa kita dibawa ke luar negeri, namun demikian juga terjadi asimilasi beladiri yang dibawa oleh para saudagar.

Perdagangan dan pelayaran internasional ini sudah dilakukan sejak kerajaan islam yang dipimpin oleh Bani Umayah, dengan Asia Timur pada Dinasti Tang dari Cina. Bahkan pada jaman kerajaan Sriwijaya wilayah perdagangannya selain di negara-negara Asia Tenggara sampai ke Asia Timur.

Beberapa deretan pendekar dan pahlawan yang mahir pencak silat adalah ; Patih Gajah Mada, Para Wali Songo (Maulana Malik Ibrahim, Sunan Ngampel, Sunan Bonang, Sunan Drajad, Sunan Giri, Sunan Kalijaga, Sunan Kudus, Sunan Muria, dan Sunan Gunung Jati). Adapun para raja yang tangguh adalah: Panembahan Senopati, Sultan Agung, Pangeran Diponegoro, Cik Ditiro, Teuku Umar, dan Imam Bonjol. Sedang pendekar wanitanya adalah: Sabai Nan Putih, dan Cut Nyak Din.

JAMAN PENJAJAHAN


Pada jaman penjajahan pencak silat dipelajari oleh punggawa kerajaan, kesultanan, dan para pejuang untuk menghadapi penjajah. Perkembangan sejarah pencak silat pada jaman penjajahan di bagi menjadi dua, yaitu:

1. Jaman Penjajahan Belanda
2. Jaman Penjajahan Jepang

Pada jaman penjajahan Belanda pencak silat diajarkan secara rahasia dan sembunyi-sembunyi, karena takut diketahui oleh penjajah. Kaum penjajah khawatir bila kemahiran pencak silat tersebut akhirnya digunakan untuk melawan mereka. Kekhawatiran itu memang beralasan, karena hampir semua pahlawan bangsa seperti: Cik Ditiro, Imam Bonjol, Fatahillah, Pangeran Diponegoro, adalah pendekar silat. Oleh karena itu banyak perguruan-perguruan pencak silat yang tumbuh tanpa diketahui oleh penjajah, bahkan sebagian menjadi perkumpulan rahasia.

Notosoejitno (2001: 1) menyatakan bahwa dilihat dari sosok, profil atau tampilan pencak silat di Indonesia ada tiga, yaitu: 

  1.  Pencak silat asli (original), ialah pencak silat yang berasal dari lokal dan masyarakat etnis di Indonesia. 
  2. Pencak silat bukan asli yang sebagian besar berasal dari Kung Fu, Karate dan Jujitsu.  
  3. Pencak silat campuran, ialah campuran antara pencak silat asli dan bukan asli (beladiri asing). Pencak silat bukan asli adalah beladiri dari asing yang ingin bergabung dengan nama pencak silat termasuk peraturan AD dan ART disesuaikan dengan IPSI.
Pencak silat juga dipelajari oleh banyak kaum pergerakan politik termasuk beberapa organisasi kepanduan nasional. Dengan diam-diam perguruan pencak silat berhasil memupuk kekuatan yang siap untuk melawan penjajah sewaktu-waktu. Bagi kaum pergerakan yang ditangkap oleh penjajah dan dibuang secara diam-diam, mereka menyebarkan beladiri pencak silat di tempat pembuangan. Namun penjajah Belanda mempunyai politik yang ampuh dalam memecah belah antar suku bangsa atau aliran pencak silat (devide et impera ).
Lain halnya pada penjajahan Jepang pencak silat dibebaskan untuk berkembang, namun dibalik itu dimanfaatkan demi kepentingan Jepang untuk menghadapi sekutu. Bahkan anjuran Shimitzu diadakan pemusatan tenaga aliran pencak silat di seluruh Jawa secara serentak yang diatur oleh pemerintah di Jakarta. Namun pada waktu itu tidak disetujui diciptakannya pencak silat olahraga yang diusulkan oleh para pembina pencak silat untuk senam pagi di sekolah-sekolah. Hal ini disebabkan akan menyaingi senam Taisho Jepang yang dipakai senam setiap pagi hari.

JAMAN KEMERDEKAAN


Sebelum Indonesia merdeka pencak silat ikut andil dalam perjuangan bangsa dalam melawan penjajah baik Belanda maupun penjajah Jepang. Hal ini dibuktikan pada masa penjajahan sudah banyak bermunculan nama-nama perguruan/aliran pencak silat yang bertujuan untuk membekali pejuang dalam melawan penjajah.

Kemahiran ilmu beladiri pencak silat ini terus dipupuk guna melawan penjajah secara gerilya pada jaman kemerdekaan. Perguruan-perguruan pencak silat pada waktu itu sibuk untuk menggembleng tentara dan rakyat, di samping itu pesantren-pesantren, gereja-gereja, dan tempat-tempat ibadah selain untuk beribadah juga digunakan untuk latihan beladiri pencak silat. Sebagai contoh perang fisik bulan Nopember tahun 1945 di Surabaya dalam melawan sekutu, banyak menampilkan pejuang yang gagah perwira dari Pondok Pesantren Tebu Ireng, Gontor, dan Jamsaren (Atok Iskandar, 1999: 12).

Dari hasil yang diperoleh para pemimpin bangsa dan para pendekar pada waktu itu menyadari bahwa pelajaran pencak silat berhasil memupuk semangat juang dan menggalang persaudaraan yang erat. Oleh karena itu setelah proklamasi kemerdekaan tahun 1945 dimana Belanda melancarkan lagi agresinya dua kali, maka pencak silat dimanfaatkan lagi secara maksimal guna menghadapi serangan Belanda.

Pada masa pemberontakan politik PKI Madiun, dan Darul Islam atau DI/TII, kemahiran beladiri pencak silat digunakan lagi dengan strategi Pagar Betis, yaitu pengepungan pemberontak oleh para tentara bersama rakyat yang telah dibekali ilmu beladiri. Pada jaman kemerdekaan ini perkembangan pencak silat dibagi menjadi lima periode yang meliputi : (1) Periode Perintisan, (2) Periode Konsolidasi dan Pemantapan, (3) Periode Pengembangan, dan (4) Periode Pembinaan.

Periode Perintisan (tahun 1948-1955)

Pada periode ini adalah perintisan berdirinya organisasi pencak silat yang bertujuan untuk menampung perguruan-perguruan pencak silat. Pada tanggal 18 Mei tahun 1948 di Solo (menjelang PON I), para pendekar berkumpul dan membentuk Organisasi Ikatan Pencak Silat Seluruh Indonesia (IPSSI). Ketua umum pertama IPSSI adalah Wongsonegoro. Kemudian tahun 1950 kongres I di Yogyakarta salah satunya mengubah naman IPSSI menjadi IPSI (Ikatan Pencak Silat Indonesia), yang dimaksud untuk menggalang kembali semangat juang bangsa Indonesia dalam pembangunan (Sukowinadi, 1989: 7). Selain itu IPSI mempunyai tujuan persaudaraan yang dapat memupuk persaudaraan dan kesatuan bangsa Indonesia sehingga tidak mudah dipecah belah.


Nah itulah sedikit penjelasan mengenai Lahirnya Pencak Silat di tanah Jawa, kurang lebihnya saya mohon maaf apabila ada salah dalam penulisan ini.

WALISONGO

"Walisongo" berarti sembilan orang wali. Mereka adalah Maulana Malik Ibrahim, Sunan Ampel, Sunan Giri, Sunan Bonang, Sunan Dradjad, Sunan Kalijaga, Sunan Kudus, Sunan Muria, serta Sunan Gunung Jati. Mereka tidak hidup pada saat yang persis bersamaan. Namun satu sama lain mempunyai keterkaitan erat, bila tidak dalam ikatan darah juga dalam hubungan guru-murid. Maulana Malik Ibrahim adalah yang tertua. Sunan Ampel adalah anak Maulana Malik Ibrahim. Sunan Giri adalah keponakan Maulana Malik Ibrahim yang berarti juga sepupu Sunan Ampel. Sunan Bonang dan Sunan Drajad adalah anak Sunan Ampel. Sunan Kalijaga merupakan sahabat sekaligus murid Sunan Bonang. Sunan Muria anak Sunan Kalijaga. Sunan Kudus murid Sunan Kalijaga. Sunan Gunung Jati adalah sahabat para Sunan lain, kecuali Maulana Malik Ibrahim yang lebih dahulu meninggal.

Mereka tinggal di pantai utara Jawa dari awal abad 15 hingga pertengahan abad 16, di tiga wilayah penting. Yakni Surabaya-Gresik-Lamongan di Jawa Timur, Demak-Kudus-Muria di Jawa Tengah, serta Cirebon di Jawa Barat. Mereka adalah para intelektual yang menjadi pembaharu masyarakat pada masanya. Mereka mengenalkan berbagai bentuk peradaban baru: mulai dari kesehatan, bercocok tanam, niaga, kebudayaan dan kesenian, kemasyarakatan hingga pemerintahan. Pesantren Ampel Denta dan Giri adalah dua institusi pendidikan paling penting di masa itu. Dari Giri, peradaban Islam berkembang ke seluruh wilayah timur Nusantara. Sunan Giri dan Sunan Gunung Jati bukan hanya ulama, namun juga pemimpin pemerintahan. Sunan Giri, Bonang, Kalijaga, dan Kudus adalah kreator karya seni yang pengaruhnya masih terasa hingga sekarang. Sedangkan Sunan Muria adalah pendamping sejati kaum jelata.

Era Walisongo adalah era berakhirnya dominasi Hindu-Budha dalam budaya Nusantara untuk digantikan dengan kebudayaan Islam. Mereka adalah simbol penyebaran Islam di Indonesia. Khususnya di Jawa. Tentu banyak tokoh lain yang juga berperan. Namun peranan mereka yang sangat besar dalam mendirikan Kerajaan Islam di Jawa, juga pengaruhnya terhadap kebudayaan masyarakat secara luas serta dakwah secara langsung, membuat "sembilan wali" ini lebih banyak disebut dibanding yang lain. Masing-masing tokoh tersebut mempunyai peran yang unik dalam penyebaran Islam. Mulai dari Maulana Malik Ibrahim yang menempatkan diri sebagai "tabib" bagi Kerajaan Hindu Majapahit; Sunan Giri yang disebut para kolonialis sebagai "paus dari Timur", sampai Sunan Kalijaga yang mencipta kesenian wayang sebagai media pendekatan kepada masyarakat, dengan menyisipkan norma-norma dan ajaran Islam.

Batik Pekalongan

Meski tidak ada catatan resmi kapan batik mulai dikenal di Pekalongan, namun menurut perkiraan batik sudah ada di Pekalongan sekitar tahun 1800. Bahkan menurut data yang tercatat di Deperindag, motif batik itu ada yang dibuat 1802, seperti motif pohon kecil berupa bahan baju.
Namun perkembangan yang signifikan diperkirakan terjadi setelah perang besar pada tahun 1825-1830 di kerajaan Mataram yang sering disebut dengan perang Diponegoro atau perang Jawa. Dengan terjadinya peperangan ini mendesak keluarga kraton serta para pengikutnya banyak yang meninggalkan daerah kerajaan.

Mereka kemudian tersebar ke arah Timur dan Barat. Kemudian di daerah - daerah baru itu para keluarga dan pengikutnya mengembangkan batik.
Ke timur batik Solo dan Yogyakarta menyempurnakan corak batik yang telah ada di Mojokerto serta Tulungagung hingga menyebar ke Gresik, Surabaya dan Madura. Sedang ke arah Barat batik berkembang di Banyumas, Kebumen, Tegal, Cirebon dan Pekalongan. Dengan adanya migrasi ini, maka batik Pekalongan yang telah ada sebelumnya semakin berkembang.
Seiring berjalannya waktu, Batik Pekalongan mengalami perkembangan pesat dibandingkan dengan daerah lain. Di daerah ini batik berkembang di sekitar daerah pantai, yaitu di daerah Pekalongan kota dan daerah Buaran, Pekajangan serta Wonopringgo.



BATIK pekalongan menjadi sangat khas karena bertopang sepenuhnya pada ratusan pengusaha kecil, bukan pada segelintir pengusaha bermodal besar. Sejak berpuluh tahun lampau hingga sekarang, sebagian besar proses produksi batik pekalongan dikerjakan di rumah-rumah.
Akibatnya, batik pekalongan menyatu erat dengan kehidupan masyarakat Pekalongan yang kini terbagi dalam dua wilayah administratif, yakni Kota Pekalongan dan Kabupaten Pekalongan, Jawa Tengah. Batik pekalongan adalah napas kehidupan sehari-sehari warga Pekalongan. Ia menghidupi dan dihidupi warga Pekalongan.
Meskipun demikian, sama dengan usaha kecil dan menengah lainnya di Indonesia, usaha batik pekalongan kini tengah menghadapi masa transisi. Perkembangan dunia yang semakin kompleks dan munculnya negara pesaing baru, seperti Vietnam, menantang industri batik pekalongan untuk segera mentransformasikan dirinya ke arah yang lebih modern.
Gagal melewati masa transisi ini, batik pekalongan mungkin hanya akan dikenang generasi mendatang lewat buku sejarah.
Ketika itu, pola kerja tukang batik masih sangat dipengaruhi siklus pertanian. Saat berlangsung masa tanam atau masa panen padi, mereka sepenuhnya bekerja di sawah. Namun, di antara masa tanam dan masa panen, mereka bekerja sepenuhnya sebagai tukang batik.

ZAMAN telah berubah. Pekerja batik di Pekalongan kini tidak lagi didominasi petani. Mereka kebanyakan berasal dari kalangan muda setempat yang ingin mencari nafkah. Hidup mereka mungkin sepenuhnya bergantung pada pekerjaan membatik.
Apa yang dihadapi industri batik pekalongan saat ini mungkin adalah sama dengan persoalan yang dihadapi industri lainnya di Indonesia, terutama yang berbasis pada pengusaha kecil dan menengah.
Persoalan itu, antara lain, berupa menurunnya daya saing yang ditunjukkan dengan harga jual produk yang lebih tinggi dibanding harga jual produk sejenis yang dihasilkan negara lain. Padahal, kualitas produk yang dihasikan negara pesaing lebih baik dibanding produk pengusaha Indonesia.
Penyebab persoalan ini bermacam-macam, mulai dari rendahnya produktivitas dan keterampilan pekerja, kurangnya inisiatif pengusaha untuk melakukan inovasi produk, hingga usangnya peralatan mesin pendukung proses produksi.

Sejarah Batik Indonesia

Sejarah pembatikan di Indonesia berkait erat dengan perkembangan kerajaan Majapahit dan penyebaran ajaran Islam di Tanah Jawa. Dalam beberapa catatan, pengembangan batik banyak dilakukan pada masa-masa kerajaan Mataram, kemudian pada masa kerjaan Solo dan Yogyakarta. Jadi kesenian batik ini di Indonesia telah dikenal sejak zaman kerjaan Majapahit dan terus berkembang kepada kerajaan dan raja-raja berikutnya.
Adapun mulai meluasnya kesenian batik ini menjadi milik rakyat Indonesia dan khususnya suku Jawa ialah setelah akhir abad ke-XVIII atau awal abad ke-XIX. Batik yang dihasilkan ialah semuanya batik tulis sampai awal abad ke-XX dan batik cap dikenal baru setelah perang dunia kesatu habis atau sekitar tahun 1920. Adapun kaitan dengan penyebaran ajaran Islam. Banyak daerah-daerah pusat perbatikan di Jawa adalah daerah-daerah santri dan kemudian Batik menjadi alat perjaungan ekonomi oleh tokoh-tokoh pedangan Muslim melawan perekonomian Belanda. 

Kesenian batik adalah kesenian gambar di atas kain untuk pakaian yang menjadi salah satu kebudayaan keluaga raja-raja Indonesia zaman dulu. Awalnya batik dikerjakan hanya terbatas dalam kraton saja dan hasilnya untuk pakaian raja dan keluarga serta para pengikutnya. Oleh karena banyak dari pengikut raja yang tinggal diluar kraton, maka kesenian batik ini dibawa oleh mereka keluar kraton dan dikerjakan ditempatnya masing-masing. Lama-lama kesenian batik ini ditiru oleh rakyat terdekat dan selanjutnya meluas menjadi pekerjaan kaum wanita dalam rumah tangganya untuk mengisi waktu senggang. Selanjutnya, batik yang tadinya hanya pakaian keluarga kraton, kemudian menjadi pakaian rakyat yang digemari, baik wanita maupun pria. Bahan kain putih yang dipergunakan waktu itu adalah hasil tenunan sendiri. 


Sedang bahan-bahan pewarna yang dipakai tediri dari tumbuh-tumbuhan asli Indonesia yang dibuat sendiri antara lain dari: pohon mengkudu, tinggi, soga, nila, dan bahan sodanya dibuat dari soda abu, serta garamnya dibuat dari tanahlumpur.  Jaman MajapahitBatik yang telah menjadi kebudayaan di kerajaan Majahit, pat ditelusuri di daerah Mojokerto dan Tulung Agung. Mojoketo adalah daerah yang erat hubungannya dengan kerajaan Majapahit semasa dahulu dan asal nama Majokerto ada hubungannya dengan Majapahit. Kaitannya dengan perkembangan batik asal Majapahit berkembang di Tulung Agung adalah riwayat perkembangan pembatikan didaerah ini, dapat digali dari peninggalan di zaman kerajaan Majapahit. Pada waktu itu daerah Tulungagung yang sebagian terdiri dari rawa-rawa dalam sejarah terkenal dengan nama daerah Bonorowo, yang pada saat bekembangnya Majapahit daerah itu dikuasai oleh seorang yang benama Adipati Kalang, dan tidak mau tunduk kepada kerajaan Majapahit. 


Diceritakan bahwa dalam aksi polisionil yang dilancarkan oleh Majapahati, Adipati Kalang tewas dalam pertempuran yang konon dikabarkan disekitar desa yang sekarang bernama Kalangbret. Demikianlah maka petugas-petugas tentara dan keluara kerajaan Majapahit yang menetap dan tinggal diwilayah Bonorowo atau yang sekarang bernama Tulungagung antara lain juga membawa kesenian membuat batik asli.

Arti Lambang Kabupaten Pati

  • Bentuk lambang daerah Kab.Pati berbentuk perisai, bermakna pertahanan dan perlindungan.
  • Sebuah bintang bersudut lima berwarna kuning melambangkan hasrat masyrakat Kab. Pati untuk mengamalkan Pancasila,serta taqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa.
  • Rantai bulat dan persegi,melambangkan hasrat rakyat daerah Kab. Pati dalam menghayati kehidupan sehari-harinya selalu dilandasi atas rasa kemanusiaan yang adil dan beradab.
  • Kayu jati melambangkan, daerah Kab. Pati adalah penghasil kayu jati.
  • Pita merah putih melambangkan keberanian dan kesucian masyarakat Pati.
  • Kuluk Kanigara dan Rambut Pinuntung adalah Pusaka Pati yang melambangkan kejayaan dan keutuhan daerah Pati.
  • Pohon beringin melambangkan hasrat pengayoman dan kepemimpinan pemerintah daerah Kab. Pati, terhadap rakyatnya untuk menggalang persaudaraan dan kesatuan.
  • Gunung, laut, dan tanah daratan, melambangkan kekayaan alam daerah Kab. Pati
  • a. Rumah pencu melambangkan ciri khas rakyat daerah Kap.Pati dalam usaha mencapai usaha cita-cita yang tinggi dalam mewujudkan kesejahteraan keluarga.                                                                                                                                                                                                b. Jumlah 21 buah genting krepus hias, melambangkan daerah Kab. Pati terdiri 21 kecamatan.
  • Kapuk Randu menunjukan daerah Kab. Pati adalah daerah penghasil kapuk randu.
  • Seuntai Padi dan Serangkai buah kapas, melambangkan kemakmuran sandang pangan (keadilan sosial ).
  • Seuntai padi berisi 17 butir, melambangkan tanggal proklamasi kemerdekaan RI.
  • Bambu Runcing melambangkan perjuangan rakyat Kab. Pati pada waktu merebut dan mempertahankan kemerdekaan RI.
  • Bambu Runcing beruas 8, melambangkan bulan proklamasi kemerdekaan Republik Indonesia.
  • Bambu Runcing beruas 4 dan serangkai buah kapas berisi 5 buah, melambangkan tahun proklamasi Kemerdekaan RI.
  • Kepala Banteng mengandung makna pemerintahan daerah Kab. Pati dalam melaksanakan kewajiban selalu menjunjung tinggi azas kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam permusyawaratan/perwakilan.
  • Tanda pengenal pati menunjukan daerah Kabupaten Pati.
  • Hiasan Ukiran di kanan kiri tanda pengenal Pati, melambangkan daya cipta dengan nilai-nilai budaya dan budi pekerti yang tinggi dari masyarakat Pati.
Nah itulah arti dari lambang Kabupaten Pati, semoga bisa menambah pengetahun kalian semua...
 
DMCA.com
*Layanan ini disediakan oleh PT Globalj4v4 Sdn. | Halaman Awal ini juga disediakan oleh PT Globalj4v4 Sdn. | Semua layanan lain yang tidak memiliki tanda “*” akan menuju ke situs web pihak ketiga, yang kontennya mungkin tidak sesuai dengan undang-undang di wilayah Anda. Anda, bukan PT Globalj4v4 Sdn, bertanggung jawab penuh atas akses ke dan penggunaan situs web pihak ketiga.
Hak Cipta © 2020 PT Globalj4v4 Sdn (Co. Reg. BlogID. 2825584887500486077). Hak Cipta dilindungi Undang-Undang.
Kampus Wong Sinting | Globalj4v4 | Globalw4r3 | Google